BREAKING NEWS

Wilujengan Kiblat Sekawan, Tradisi Sakral Kraton Surakarta untuk Menjaga Keseimbangan Alam

Dalam rangka memperingati Bulan Sura tahun 2025 atau 1959 Dal dalam penanggalan Jawa, Kraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat menggelar tradisi Wilujengan Kiblat Sekawan, sebuah prosesi sakral yang melambangkan empat penjuru arah sebagai penyangga eksistensi Kasunanan. Tradisi ini dilaksanakan atas dhawuh atau perintah langsung dari Raja Kraton Surakarta, Sri Susuhunan Ingkang Sinuhun Kanjeng Sultan (SISKS) Pakoe Boewono XIII. Kamis (3/7/2025).

Kegiatan dimulai dari arah timur, tepatnya di Gerbang Pendakian Cemoro Kandang, Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Lokasi ini dipilih karena mewakili Gunung Lawu, yang secara spiritual dipercaya sebagai salah satu titik penting penyangga kekuatan Kraton Surakarta.

Acara dimulai sejak pagi hari dengan prosesi wilujengan atau doa bersama yang dipimpin oleh ulama Kraton. Sebanyak 50 Abdi Dalem, keluarga Kraton, kerabat dekat, serta Sentana Dalem hadir dalam suasana yang khidmat dan penuh kesakralan. Doa dipanjatkan dengan harapan terciptanya keselamatan, ketentraman, dan keharmonisan alam semesta serta masyarakat.
Raja Kraton Surakarta SISKS Pakoe Boewono XIII hadir secara langsung dalam acara tersebut, didampingi oleh Permaisuri GKR Pakoe Boewono. Turut hadir pula ketiga putri Raja, yakni GKR Timoer Rumbai Kusuma Dewayani, GRAy Devi Lelyana Dewi, dan GRAy Dewi Ratih Widya Sari.

Kehadiran keluarga raja menunjukkan bahwa tradisi ini bukan sekadar seremoni budaya, melainkan juga ritual spiritual yang memiliki makna penting dalam menjaga kesinambungan hubungan antara Kraton, rakyat, dan alam.

Dalam keterangan pers di lokasi acara, KGPH Adipati Dipokusumo selaku Pengangeng Parentah Karaton Kasunanan Surakarta menjelaskan bahwa Kiblat Sekawan merupakan agenda tetap setiap Bulan Sura.

Ia menyebutkan bahwa empat titik arah mata angin yang dilambangkan dalam prosesi ini Gunung Lawu (timur), Pantai Parangkusumo (selatan), Gunung Merapi (barat), dan Alas Krendowahono (utara) bukan sekadar lokasi geografis, namun juga titik spiritual yang diyakini menjadi penyangga kekuatan Kraton Surakarta.

“Tradisi ini bukan hanya penghormatan terhadap leluhur, tapi juga bentuk spiritual masyarakat Jawa dalam menjaga keseimbangan antara manusia, alam, dan Sang Pencipta,” ujar KGPH Dipokusumo, Kamis (3/7/2026) pagi.(Ny*)
Berita Terbaru
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
  • Skeleton Image
Posting Komentar